Breaking News

PROSES PERSIDANGAN DI PTTUN TAHAP PEMERIKSAAN PERKARA SENGKETA PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN EMPAT LAWANG MASIH BERLANJUT DIWARNAI TEPUK MEJA

 PROSES PERSIDANGAN DI PTTUN TAHAP PEMERIKSAAN PERKARA SENGKETA PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI  KABUPATEN EMPAT LAWANG MASIH BERLANJUT DIWARNAI TEPUK MEJA. 

Agenda persidangan hari ini mendengarkan keterangan saksi Fakta dan saksi ahli yang dihadirkan oleh Tergugat. 

Kuasa Hukum HBA-Henny (Fahmi Nugroho, Nico Thomas, Junialdi, Beni Haprizal) menegaskan secara keseluruhan, keterangan saksi fakta dan ahli yang dihadirkan Tergugat semakin menguatkan argumentasi hukum pada pokok perkara yang Kita Ajukan. 

Dalam keterangannya, saksi fakta (Syahril Hanafiah) yang dihadirkan  Tergugat menjelaskan bahwa benar pada 22 Oktober 2015 Saksi ditunjuk untuk mengganti H. Budi Antoni Al Jufri sebagai PLT.

Dalam hal tugas dan tanggung jawab sebagai PLT, Saksi membenarkan bahwa tidak ada beda tugas yang dijalankan oleh Bupati Definitif dengan dirinya sebagai PLT. 

Ketika diperlihatkan bukti dari Penggugat berupa Peraturan Daerah terkait APBD Kabupaten Empat Lawang, Surat Keputusan Bupati perihal mutasi Pegawai Negeri, dan Peraturan Daerah Kabupaten Empat Lawang tentang Izin Gangguan, semuanya ditanda tangan oleh Saksi (Syahril Hanafiah) yang pada saat itu sebagai PLT menggantikan Bupati Empat Lawang (HBA).

 Bahkan semua bukti tersebut ditanda tangan oleh saksi ditahun yang sama sejak di tunjuk sebagai PLT (22 Oktober 2015), yaitu bulan bulan Oktober 2015 dan Desember 2015. 

Hal ini juga dikuatkan dan selaras dengan keterangan saksi fakta Sdr. Edison. Jadi ini telah menjawab bahwa sejatinya saksi pada saat menjabat sebagai PLT telah menjalankan wewenang penuh sebagaimana wewenang Bupati definitif.

 Sehingga sangat relevan jika hal ini dalam perhitungan masa jabatan dinilai dan dihitung menjabat sebagai kepala daerah (Bupati), dan inilah sejatinya makna putusan MK Nomor 2 tahun 2023 tentang menghitung periodisasi masa jabatan. Bahwa dalam menghitung masa jabatan tidak membedakan antara menjabat secara definitif dengan menjabat sementara.

Oleh karena nya tidak benar jika membenturkan hal tersebut dengan hak hak yang diterima. Karena ini melekat pada Administratif jabatan. Dan UU yang mengatur telah ada tersendiri, sehingga tidak relevan utk dijadikan rujukan dalam menghitung masa jabatan.

Hal menarik ketika keterangan ahli dari Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri (Sdr. R. Hendy Nur Kusuma) yang dihadirkan Tergugat. Apa yang disampaikan ahli ini patut dipertanyakan objektivitas nya. Karena pernyataanya dipersidangan tidak konsisten bahkan bertentangan dengan keterangan ahli lainnya (prof febrian). 

Ahli (Hendy) tidak menjawab mengenai produk hukum yang dikeluarkan oleh Kemendagri mengenai pemaknaan ketentuan yuridis tentang penghitungan masa jabatan kepala daerah.

Di sisi lain, ahli (hendy) ini bukan ahli hukum. Sehingga kapasitas beliau dalam menyampaikan keterangan dipertanyakan profesionalitasnya. 

Jika mewakili lembaga, ahli menerangkan produk hukum yang dikeluarkan oleh Dirjen Pada Kemendagri dalam hal rujukan untuk menghitung masa jabatan hanya Surat Dirjen Otda Kemendagri Nomor 100.2.1.3/3530/OTDA Perihal : Periodisasi Masa Jabatan Kepala Daerah, tanggal 14 Mei 2024. Tidak ada yang lain lagi.

Jadi hal ini mutlak, seharusnya KPU merujuk pada Surat tersebut dalam menghitung masa jabatan kepala daerah. Dan surat tersebut telah terang bahwa dikeluarkan sehubungan dengan adanya Putusan MK Nomor 2 tahun 2023.

Dalam hal ahli (Hendy) memaknai hal tersebut sebagai peruntukan Wakil Bupati (Yang menjabat sementara PLT), sebagaimana dia memaknai Ketentuan Pasal 19 Huruf e PKPU Nomor 8 tahun 2024 dengan subjek hukum untuk Wakil Bupati yang menjabat sementara (PLT).

hal ini sangat terlihat bahwa ahli tidak kredibel. Sebab surat dari Otda Kemendagri perihal cara menghiting periodisasi masa jabatan tidak ada secara implisit menerangkan khusus untuk Wakil bupati yang menjabat sementara (PLT) bupati. Selain itu, hal ini sangat jelas bertentangan dengan keterangan ahli prof febrian yang menjelaskan subjek hukum ketentuan tersebut sejatinya untuk Bupati Definitif. 

Oleh karenanya patut dipertanyakan kredibilitas, profesionalitas, dan indenvendensi ahli tersebut.

Sementara Prof Febrian dalam keterangannya menegaskan, bahwa secara yuridis ketentuan perundang-undangan sehubungan menghitung masa jabatan itu ada UU Nomor 23 tahun 2014 ttg Pemda, UU Nomor 10 th 2016 dan Peraturan lainnya yg dibentuk lembaga yang berwenang. 

Dalam hal pejabat definitif diberhentikan sementara, maka secara hukum tugas dan wewenangnya berhenti. Namun Hak seperti gaji dan lainnya tetap diberikan karena secara hukum memang harus tetap diberikan.

Dari keterangan ini saja seharusnya semakin jelas, bahwa Pemberhentian sementara itu segala bentuk wewenangnya diberhentikan karena diambil alih oleh PLT yang ditunjuk.

Oleh karenanya hal ini selaras dan tidak bertentangan dalam hal perhitungan masa jabatan kepala daerah. Karena Hak gaji dan lainnya yang masih diterima itu administratif yang diatur UU memang masih diberikan. Bukan jadi rujukan sebagai perhitungan masa jabatan. 

Dalam hal Pemaknaan Putusan MK Prof Febrian menerangkan jika sifat final dan mengikat putusan MK itu melekat pada amar putusan, bukan pertimbangan. 

Terhadap hal ini tidak relevan dan jelas ini hal keliru. Karena Putusan MK ini bersifat Judex Yuris, bukan Judex Factie seperti putusan Pengadilan Negeri (pengadilan umum).

 Sehingga apapun redaksi amar putusan MK, mau diterima seluruhnya, ataupun ditolak seluruhnya suatu permohonan, maka tetap pertimbangan hukum putusan MK tersebut maka itu merupakan preseden yang harus dijadikan rujukan bahkan berupa norma yang harus dijalankan.

Dalam hal norma hukum pada Putusan MK Nomor 2 tahun 2023 yang menjelma dalam Surat Otda Kemendagri tentang periodisasi perhitungan masa jabatan kepala daerah dan bahkan menjelma dalam Ketentuan Pasal 19 huruf e PKPU nomor 8 tahun 2024, Ahli Prof Febrian menegaskan bahkan hal ini bisa berpotensi kekeliruan pada aturan tersebut. Keterangan tersebut, sama kelirunya dengan keterangan dalam pemaknaan putusan MK. 

Namun, Prof Febrian menegaskan bahwa ketentuan dalam Pasal 19 huruf e PKPU Nomor 8 Tahun 2024 subjeknya jelas untuk Bupati Definitif. Hal ini ditegaskan sebagaimana pada ketentuan Pasal 162 ayat 2 UU Nomor 10 tahun 2016 yang mana terdapat Frasa memegang jabatan jabatan selama  5 tahun. Hal ini selaras dengan ketentuan Pasal 60 dalam UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda.

Oleh karenanya keterangan ahli ini sejatinya telah terang, dasar Tergugat sangat keliru memaknai ketentuan tersebut sebagai dasar menghitung masa jabatan atas adanya penunjukan PLT pada Bupati definitif sementara yang diberhentikan, dengan menghitung sejak dilantik. 

Dari serangkaian proses persidangan, kami semakin optimis dan semakin jelas. Bahwa apa yang telah kami terangkan dalam dalil gugatan kami tidak ada pertentangan dengan ketentuan hukum yang mengatur. Dan secara hukum sudah sepatutnya untuk dikabulkan.ucap pahmi.

Penulis : Syafri

© Copyright 2022 - REPUBLIKPERS.ID