Padang,9 Mei 2025, Menanggapi hak jawab Rico Alviano yang diberitakan oleh RepublikPers.id pada 8 Mei 2025, jurnalis investigatif Media Minang Satu, Hendra Idris, memberikan pernyataan tegas dan mendalam.
Dalam klarifikasinya, Hendra menyebut bahwa pernyataan Rico yang menyebut kasus ini sebagai “masalah receh” justru menjadi blunder yang mengindikasikan pengakuan tidak langsung atas dugaan korupsi yang sedang dilaporkan.
Pernyataan anggota DPR RI Rico Alviano yang menyebut kasus dugaan korupsi dalam studi tiru ke Labuan Bajo sebagai “masalah receh” menuai respons keras jurnalis investigatif Minang Satu, Hendra Idris. Hendra menilai Pernyataan tersebut dinilai sebagai penghinaan terhadap akal sehat publik dan indikasi pengakuan tidak langsung bahwa praktik kotor itu benar terjadi.
“Kalau dia menyebut ini receh, berarti dia mengakui peristiwa itu ada. Dan saya tanya, sejak kapan korupsi dana publik dan pemalsuan identitas warga negara menjadi ‘hal receh’? Itu tindakan pidana serius yang bisa dijerat banyak pasal,” tegas Hendra dalam keterangannya kepada media, kamis (8/5).
Dalam laporan yang telah resmi dilayangkan ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, Hendra membeberkan dugaan pemotongan uang saku peserta, pemalsuan identitas (hingga 18 KTP palsu), serta penggunaan jasa travel ilegal yang dikendalikan oleh ajudan istri Rico Alviano. Nilai total dana pokir yang digunakan untuk perjalanan itu mencapai Rp1,5 miliar.
“Ini bukan sekadar dugaan penyimpangan, ini dugaan kejahatan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan melibatkan jaringan orang dekat. Kalau Kejati tidak tegas, maka publik layak mendorong Kejagung untuk turun tangan langsung,” tambahnya.
Ancaman Langsung dari Seorang Anggota DPR RI
Lebih mengejutkan, Hendra mengaku telah diancam langsung oleh Rico Alviano saat dirinya menjalankan tugas jurnalistik. Peristiwa terjadi pada 3 Januari 2025, saat Hendra mencoba mengonfirmasi dugaan korupsi tersebut kepada Kabid Ridonal di Dinas Perindag Sumbar.
“Baru lima menit setelah saya datangi Kabid Ridonal — yang justru lari dari konfirmasi — saya langsung ditelepon Rico. Dia berkata: ‘Silakan kalau mau ungkit kasus ini, tapi terima saja nanti risikonya.’ Ini adalah intimidasi terhadap jurnalis yang sah menjalankan tugas,” ujar Hendra.
Tindakan Rico ini dinilai sebagai bentuk pelecehan terhadap kebebasan pers dan pelanggaran nyata terhadap UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers serta konstitusi negara yang menjamin hak masyarakat untuk tahu dan hak jurnalis untuk menyampaikan informasi.
Jurnalisme Bukan Alat Tawar-Menawar Kekuasaan
Hendra menegaskan bahwa dirinya tidak akan mundur meski diancam.
“Saya tidak takut. Saya hanya menjalankan tugas mulia sebagai media kontrol sosial. Kalau jurnalis dibungkam, maka korupsi akan terus tumbuh subur. Dan saya tegaskan: saya akan kawal kasus ini sampai ke akar, sampai ke pengadilan, sampai ke keadilan yang sesungguhnya.”
Hendra juga mengingatkan, bapak Presiden Prabowo Subianto sendiri telah memerintahkan agar semua bentuk korupsi dibersihkan tanpa pandang bulu. Maka sangat tidak pantas jika seorang anggota DPR RI menyebut dugaan korupsi dan pemalsuan sebagai “receh”.
“Jika aparat penegak hukum serius, kasus ini sangat mudah dibongkar. Bukti KTP palsu ada. Jejak dana ada. Nama-nama saksi dan peserta ada. Tinggal keberanian aparat untuk menindak. Dan saya yakin rakyat bersama kami, bukan bersama para penjarah uang negara,” pungkasnya.
Dorongan Kepada Kejagung: Ambil Alih dan Tangkap Otaknya!
Dengan semakin terbukanya fakta-fakta dan adanya unsur intimidasi terhadap jurnalis, Hendra menyerukan agar Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengambil alih penyelidikan kasus ini untuk memastikan penegakan hukum yang bersih, adil, dan bebas intervensi.(Tim)
Nara sumber.. Hendra Idris
Jurnalis.Suherman
Social Header