Breaking News

STIHP Pelopor Bangsa Laporkan Dugaan Ijazah Palsu Pablo Putra Benua dkk ke Polres Metro Depok

 

adainfo.id – Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Hukum dan Politik (STIHP) Pelopor Bangsa, Depok, menjadi sorotan publik setelah secara resmi melaporkan dugaan pemalsuan ijazah yang melibatkan inisial PB dkk ke Polres Metro Depok. Laporan tersebut teregistrasi dengan Nomor LP/B/1584/VIII/2025/SPKT/POLRES METRO DEPOK/POLDA METRO JAYA tertanggal 29 Agustus 2025.

Kasus ini berkaitan dengan dugaan penggunaan ijazah palsu untuk keperluan sumpah advokat di Pengadilan Tinggi Bandung. Pihak kampus menganggap tindakan tersebut mencoreng nama baik lembaga pendidikan dan berpotensi melanggar hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 263, 264, dan 266 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemalsuan dokumen dan penggunaan surat palsu.

Dalam keterangan resminya, Rektorat STIHP Pelopor Bangsa menyampaikan klarifikasi panjang terkait kasus ini, menyusul maraknya isu dan opini liar yang beredar di media sosial.

Awal Kasus dan Permohonan Verifikasi Ijazah

Permasalahan ini berawal dari surat resmi yang diterima STIHP Pelopor Bangsa dari Badan Pimpinan Pusat Perkumpulan Advocaten Indonesia (BPP PAI), dengan Nomor 006/DPP/PAI/VIII/2025 tertanggal 14 Agustus 2025. Surat tersebut berisi permohonan verifikasi ijazah Sarjana Hukum (S1) yang diklaim diterbitkan oleh STIHP Pelopor Bangsa atas nama beberapa individu, yaitu Pablo Putra Benua, Rayie Utami, dan Christopher Anggasastra.

Dalam surat itu, BPP PAI melampirkan salinan sejumlah dokumen, termasuk fotokopi ijazah, KTP, dan berita acara sumpah advokat di Pengadilan Tinggi Bandung tertanggal 22 April 2025. Berdasarkan dokumen tersebut, ketiga individu diduga menggunakan ijazah dari STIHP Pelopor Bangsa untuk mengikuti prosesi sumpah advokat.

Pihak kampus kemudian melakukan rapat internal untuk menelusuri kebenaran data tersebut dan melakukan verifikasi akademik terhadap nama, nomor ijazah, dan tahun penerbitan yang tercantum dalam surat BPP PAI.

Hasil Verifikasi: Kampus Tegaskan Tidak Pernah Menerbitkan Ijazah

Dari hasil pemeriksaan internal, STIHP Pelopor Bangsa menyatakan secara tegas tidak pernah menerbitkan ijazah atas nama Pablo Putra Benua, Rayie Utami, maupun Christopher Anggasastra dengan nomor dan tanggal penerbitan sebagaimana tercantum dalam surat permohonan verifikasi.

Namun, kampus mengonfirmasi bahwa ketiga nama tersebut pernah terdaftar sebagai mahasiswa pada tahun 2023, tetapi tidak pernah aktif mengikuti kegiatan perkuliahan, tidak memenuhi kewajiban administrasi akademik, dan akhirnya dikeluarkan dari status mahasiswa aktif.

Pihak rektorat menjelaskan, keputusan pengeluaran tersebut diambil sesuai ketentuan akademik kampus terhadap setiap mahasiswa yang tidak aktif dalam jangka waktu tertentu.

Fakta ini memperkuat temuan bahwa ijazah yang digunakan PB dkk tidak pernah dikeluarkan oleh STIHP Pelopor Bangsa.

Sebagai tindak lanjut, rektorat menerbitkan Surat Keterangan Nomor 073/Akd/STIHP-PB/IX/2025 tertanggal 16 September 2025 yang menegaskan bahwa kampus tidak pernah mengeluarkan ijazah atas nama ketiga individu tersebut. Surat tersebut juga menjadi dasar hukum bagi STIHP untuk melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan ijazah ke pihak kepolisian.

Laporan Polisi dan Dugaan Pelanggaran Pasal Pemalsuan

Berdasarkan temuan internal dan bukti dokumen yang dimiliki, STIHP Pelopor Bangsa secara resmi melaporkan kasus ini ke Polres Metro Depok dengan dugaan pelanggaran Pasal 263 dan/atau 264 dan/atau 266 KUHP tentang pembuatan serta penggunaan dokumen palsu.

Dalam laporan tersebut, kampus menyampaikan bukti berupa surat permohonan verifikasi dari BPP PAI, salinan dokumen ijazah yang dipertanyakan, serta hasil pemeriksaan akademik internal yang menyatakan bahwa data tersebut tidak pernah tercatat di sistem kampus.

Rektorat menilai tindakan PB dkk telah menimbulkan kerugian moral dan reputasional bagi institusi pendidikan. Selain mencoreng nama baik kampus, dugaan penggunaan ijazah palsu ini juga berpotensi menyesatkan lembaga hukum seperti Pengadilan Tinggi Bandung dan organisasi profesi advokat.

Upaya Mediasi Gagal, Klaim Baru Muncul dari PB

Setelah laporan polisi dibuat, pihak terlapor dikabarkan beberapa kali mencoba menghubungi kampus untuk melakukan musyawarah. Namun, bukan untuk menyampaikan permintaan maaf, PB justru menyatakan dirinya adalah lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Darul Ulum Lampung Timur dengan tahun kelulusan 2018.

Klaim tersebut menimbulkan pertanyaan baru dan dianggap anomali oleh pihak kampus. Bila benar PB telah memiliki ijazah sarjana hukum dari STIS Darul Ulum sejak 2018, mengapa ia justru menggunakan ijazah STIHP Pelopor Bangsa yang palsu untuk mendaftar sumpah advokat pada tahun 2025?

Fakta lain yang diungkapkan oleh Ketua Umum PAI semakin memperjelas kejanggalan ini. Disebutkan bahwa awalnya PB mendaftarkan diri untuk sumpah advokat menggunakan ijazah dari Universitas Azzahra, tetapi setelah diverifikasi, ijazah tersebut tidak terdaftar di sistem pendidikan tinggi. Setelah ditolak, PB kembali datang membawa ijazah baru yang mengatasnamakan STIHP Pelopor Bangsa.

Kejanggalan di Pangkalan Data Dikti dan Dugaan Mafia Pendidikan

Hasil penelusuran lebih lanjut oleh pihak kampus ke pangkalan data pendidikan tinggi (PDDikti) menunjukkan bahwa pada awalnya tidak ada nama Pablo Putra Benua maupun Rayie Utami sebagai lulusan STIS Darul Ulum Lampung Timur.

Namun, secara mengejutkan, data kelulusan mereka tiba-tiba muncul di sistem Dikti setelah laporan polisi resmi dibuat dan menjelang pemanggilan klarifikasi oleh penyidik.

Fenomena ini menimbulkan dugaan kuat adanya indikasi manipulasi data akademik atau praktik mafia pendidikan. Rektor STIHP Pelopor Bangsa menyebut, perubahan data yang mendadak tersebut patut diselidiki lebih dalam oleh aparat penegak hukum dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Pertanyaan besar kemudian muncul: apakah benar PB dan Rayie Utami benar-benar berkuliah dan lulus dari STIS Darul Ulum Lampung Timur pada periode 2014–2018, ataukah data kelulusan itu hasil rekayasa untuk menutupi dugaan pemalsuan sebelumnya?

Opini Publik dan Manipulasi Isu di Media Sosial

Seiring berjalannya proses hukum, kasus ini menjadi bahan perdebatan panas di media sosial. Pihak kampus menilai, PB dkk tengah berupaya memutarbalikkan fakta dan membentuk opini publik yang menyesatkan dengan memanfaatkan media digital.

Isu yang disebarkan di berbagai platform dinilai mengandung unsur provokasi dan menyerang kredibilitas lembaga pendidikan. Padahal, berdasarkan bukti tertulis dan verifikasi resmi, ijazah yang digunakan PB dkk terbukti tidak pernah dikeluarkan oleh STIHP Pelopor Bangsa.

Rektorat menegaskan bahwa langkah mereka bukan untuk mempermalukan individu, melainkan untuk menegakkan kebenaran akademik dan menjaga integritas lembaga pendidikan tinggi. Mereka juga mengimbau masyarakat agar tidak terpengaruh oleh opini yang belum tentu berdasarkan fakta hukum.

Sikap STIHP Pelopor Bangsa

Melalui konferensi pers resmi, pihak Rektorat STIHP Pelopor Bangsa menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Mereka menilai penegakan hukum atas dugaan pemalsuan ijazah merupakan bentuk perlindungan terhadap dunia pendidikan dari praktik curang dan penyalahgunaan gelar akademik.

Kampus juga telah berkoordinasi dengan Organisasi Advokat PAI, pihak kepolisian, dan instansi pendidikan tinggi untuk memastikan setiap dokumen akademik yang digunakan oleh calon advokat benar-benar sah secara hukum.

Dalam pernyataannya, Rektor menyampaikan bahwa kampus tidak akan mundur menghadapi tekanan atau opini liar di media sosial. Ia menegaskan, pendidikan hukum harus dijaga dari praktik kecurangan karena menyangkut marwah profesi hukum yang menjunjung tinggi integritas.

Rektorat menutup pernyataan resmi dengan ajakan kepada masyarakat untuk tetap kritis dan objektif dalam menyikapi isu yang beredar, serta mendukung penegakan hukum terhadap siapapun yang terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan ijazah.

Sumber : Adainfo.id

Editor : Nofis Husin Allahdji

© Copyright 2022 - REPUBLIKPERS.ID